Minuman yang menjadi saingan berat dari kopi ini sangat menarik untuk dibahas
Kopi dan teh yang sering dijadikan dua seteru abadi oleh banyak orang, namun sebenarnya keduanya memiliki beberapa kesamaan, salah satunya adalah kedua minuman ini, sama-sama memiliki kandungan kefein.
Tulisan ini tidak akan membahas mana yang lebih baik antara teh atau kopi, karena jika dikonsumsi secara tepat kedua minuman ini akan memberikan banyak manfaat. Dalam tulisan ini kita akan mengenal lebih dalam mengenai teh, mulai dari awal penemuannya, hingga bagaimana minuman ini bisa sampai ke Indonesia.
Kuy langsung disimak.
Berasal dari China.
Teh berasal dari negeri tirai bambu China, tepatnya di masa Dinasti Shang, teh ditemukan sendiri oleh kaisar Shen Nung, pemimpin pemerintahan Dinasti Shang di sekitar tahun 2732 sebelum masehi,
Kaisar yang juga seorang ahli kesehatan ini menemukan teh secara tidak sengaja, Kaisar Shen Nung tidak menyadari jika saat dirinya merebus air dibawah pohon yang rindang, ada angin yang bertiup kencang dan mengugurkan beberapa helai daun ke dalam kuali tempat kaisar memasak air tersebut.
Setelah meminum air rebusan dari kuali tersebut, kaisar merasakan sensasi rasa yang lebih nikmat daripada air putih biasa, lalu kemudian dia merasa badannya menjadi lebih segar, semenjak saat itulah banyak orang mengikuti kaisar untuk mengkonsumsi minuman tersebut.
Belum Memiliki Nama Resmi.
Nama “ramuan” yang ditemukan kaisar tersebut belum disebut sebagai teh, belum ada sebutan resmi untuk minuman yang ditemukan kaisar tersebut. Nama untuk ramuan tersebut baru ditemukan beberapa abad setelahnya di masa dinasti Han (206-220 SM), awalnya ramuan tersebut dinamakan “Jia” yang memiliki arti “minuman dengan rasa yang pahit”.
Nama “Jia” kemudian berubah menjadi Cha di masa dinasti tang, (618-907 M), nama ini menjadi nama yang cukup populer dan masih digunakan hingga saat ini, terbukti jika orang Jepang masih menggunakan kata Cha untuk menyebut teh.
Lalu darimana Cha bisa berubah menjadi teh ?
China adalah negeri yang luas, ada berbagai macam dialek di negeri tersebut, salah satu dialek adalah dialek Fujian, dalam dialek Fujian kata”Cha” dilafalkan menjadi “Tey”.
Pengucapan “Tey” kemudian berubah menjadi “Tee”, saat diucapkan oleh oleh orang Portugis, “Tee” kemudian berubah lagi menjadi “Tea” saat diucapkan oleh orang Inggris, lantas kemudian nama internasional yang kita kenal untuk ramuan buatan kaisar Shen Nung menjadi “Tea”.
Meskipun sudah memiliki nama internasional, namun negeri kita mengenalnya dengan nama “Teh” kemungkinan hal ini dikarenakan kita mengetahui teh dari bangsa Portugis yang menyebutnya sebagai “Tee” dan menjadi “Teh” saat diucapkan oleh orang Indonesia.
Awalnya Jadi Tanaman Hias.
Tanaman teh pertama kali masuk ke Nusantara di tahun 1684 M, tanaman ini dibawa oleh seorang berkebangsaan Jerman bernama Andreas Cleyer, Saat itu tanaman teh belum dikonsumsi, melainkan hanya dijadikan sebagai tanaman hias di wilayah elite Batavia (sekarang Jakarta).
Konsumsi teh secara besar baru dilakukan di awal abad ke-18, namun upaya penanaman teh secara besar belum dilakukan, Di masa tersebut sudah mulai banyak berdiri pabrik pengemasan teh meskipun belum banyak tanaman teh di Nusantara.
Barulah di tahun 1826, budidaya teh mulai berkembang, tanaman teh mulai ditanam di Kebun Raya Bogor, kemudian di tahun berikutnya penanaman teh juga dilakukan di Kebun Percobaan Cisurupan, Garut, Jawa Barat. Penanaman te kemudian dikembangkan lagi dalam skala besar di Wanayasa (Purwakarta) dan lereng Gunung Raung (Banyuwangi)[.
Budidaya Teh Semakin Berkembang.
Karena penanaman teh ini dianggap berhasil, mulailah dibangun perkebunan dengan skala yang lebih besar lagi, di banyak tempat di Pulau Jawa, dari Banten hingga Jawa Timur.. Penanaman teh di masa tersebut dilakukan secara Cultuurstelsel (tanam paksa).
Di tahun 1835, tanaman teh dari Nusantara terbukti telah diekspor ke Eropa, tercatat jika di tahun tersebut the kering olahan dari Jawa telah diterima di Amsterdam.
Pengembangan teh terus dilakukan pemerintah Belanda, jenis teh yang awalnya teh sinensis kemudian diganti dengan dengan jenis teh assamica, pengembangan tersebut dilakukan kebun Gambung, Jawa Barat (sekarang menjadi lokasi Pusat Penelitian Teh dan Kina).
Teh jenis assamica ternyata memiliki tingkat produksi lebih tinggi dan lebih cocok dengan kondisi tanah Indonesia, karena itu teh jenis sinensis diganti dengan tea jenis assamica, dan sejak itu pula perkebunan teh di Indonesia berkembang semakin luas.
Begitulah sejarah singkat minuman teh yang bisa kita nikmati dengan mudah saat ini, teh ini juga memiliki keunikan di setiap daerah, seperti halnya kopi.
Penasaran dengan rasa teh dair berbagai daerah di Indonesia ? kalian bisa mencoba beragam teh kualitas terbaik hanya di Kopi Petani.
Pustaka :
Leave a Reply
Anda harus masuk untuk berkomentar.